Nasib Korban Pencemaran Minyak Selalu Diabaikan
Tanggal 24 Maret 1989 terjadi bencana pencemaran minyak yang sangat parah di Amerika Serikat. 40 ribu ton minyak mentah menyembur keluar dari kapal tangki minyak perusahaan Exxon Valdez dan mencemari kawasan sekitar Selat Prince William, di Alaska. Wilayah pesisir yang indah tinggal menjadi kenangan. Ratusan ribu burung dan ikan, serta ribuan mamalia mati.
Ganti Rugi Yang Tak Kunjung Datang
Warga sekitar langsung dijanjikan ganti rugi dalam jumlah besar. Tetapi realitasnya sangat beda, ujar Cindy Baxter dari Greenpeace, yang telah mengikuti cerita naas ini selama bertahun-tahun. "Setelah bencana ini Exxon membawa tuntutan ganti rugi ke instansi pengadilan. Jumlah 5 milyar Dollar yang awalnya dijanjikan menyusut menjadi 500 juta Dollar. Banyak orang yang tadinya menunggu ganti rugi, sekarang sudah meninggal. Ini juga berlaku kepada banyak pekerja yang turut serta dalam proses pembersihan cemaran minyak. Banyak dari mereka yang jatuh sakit karena zat-zat kimianya, yang digunakan oleh Exxon Valdez," ungkap Cindy Baxter.
Cindy Baxter cukup yakin, bahwa kelanjutannya akan mirip seperti ini dalam kasus bencana "Deepwater Horizon" di Teluk Meksiko. Sampai sekarang BP sudah mengeluarkan lebih dari tiga milyar Dollar untuk penanggulangan pencemaran. Dari jumlah ini, ganti rugi bagi korban tidak sampai 150 juta Dollar. Di sebagian besar wilayah bencana, bidang pariwisata dan perikanan tidak jalan lagi, padahal ini merupakan dua sumber utama mata pencarian warganya.
Kasus Exxon Valdez bukanlah kasus satu-satunya. Masih ada kasus Probo Koala yang masih ditangani pengadilan di AMsterdam, Belanda. Agustus 2006, kapal kargo "Probo Koala" membuang sekitar 500 ton limbah beracun ke sebuah pembuangan sampah terbuka di Pantai Gading. Bencana ini menewaskan setidaknya 17 orang dan puluhan ribu menderita sakit sampai sekarang. Limbah ini terdiri dari sampah minyak mentah yang sangat beracun.
Kontraktornya adalah salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia, Trafigura. Tanpa mengaku salah, perusahaan ini menyepakati perjanjian dengan pemerintahan di Abijan dan membayar 150 juta Euro untuk pembersihan dan pembuangan limbah beracun tersebut. 31 ribu korban di kawasan bencana diberikan ganti rugi kecil, masing-masing senilai 1000 Euro atau sekitar 10 juta Rupiah.
Juga setelah akhir proses pengadilan di Amsterdam kali ini, warga di sana tidak bisa terlalu beharap akan mendapat ganti rugi tambahan. Justru sebaliknya, penduduk di wilayah kumuh Akuedo di Abijan harus kembali hidup di daerah yang tercemar, karena sampai sekarang limbahnya juga tidak dibersihkan.
Kasus Exxon Valdez bukanlah kasus satu-satunya. Masih ada kasus Probo Koala yang masih ditangani pengadilan di AMsterdam, Belanda. Agustus 2006, kapal kargo "Probo Koala" membuang sekitar 500 ton limbah beracun ke sebuah pembuangan sampah terbuka di Pantai Gading. Bencana ini menewaskan setidaknya 17 orang dan puluhan ribu menderita sakit sampai sekarang. Limbah ini terdiri dari sampah minyak mentah yang sangat beracun.
Kontraktornya adalah salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia, Trafigura. Tanpa mengaku salah, perusahaan ini menyepakati perjanjian dengan pemerintahan di Abijan dan membayar 150 juta Euro untuk pembersihan dan pembuangan limbah beracun tersebut. 31 ribu korban di kawasan bencana diberikan ganti rugi kecil, masing-masing senilai 1000 Euro atau sekitar 10 juta Rupiah.
Juga setelah akhir proses pengadilan di Amsterdam kali ini, warga di sana tidak bisa terlalu beharap akan mendapat ganti rugi tambahan. Justru sebaliknya, penduduk di wilayah kumuh Akuedo di Abijan harus kembali hidup di daerah yang tercemar, karena sampai sekarang limbahnya juga tidak dibersihkan.
Ganti Rugi Yang Tak Kunjung Datang
Warga sekitar langsung dijanjikan ganti rugi dalam jumlah besar. Tetapi realitasnya sangat beda, ujar Cindy Baxter dari Greenpeace, yang telah mengikuti cerita naas ini selama bertahun-tahun. "Setelah bencana ini Exxon membawa tuntutan ganti rugi ke instansi pengadilan. Jumlah 5 milyar Dollar yang awalnya dijanjikan menyusut menjadi 500 juta Dollar. Banyak orang yang tadinya menunggu ganti rugi, sekarang sudah meninggal. Ini juga berlaku kepada banyak pekerja yang turut serta dalam proses pembersihan cemaran minyak. Banyak dari mereka yang jatuh sakit karena zat-zat kimianya, yang digunakan oleh Exxon Valdez," ungkap Cindy Baxter.
Cindy Baxter cukup yakin, bahwa kelanjutannya akan mirip seperti ini dalam kasus bencana "Deepwater Horizon" di Teluk Meksiko. Sampai sekarang BP sudah mengeluarkan lebih dari tiga milyar Dollar untuk penanggulangan pencemaran. Dari jumlah ini, ganti rugi bagi korban tidak sampai 150 juta Dollar. Di sebagian besar wilayah bencana, bidang pariwisata dan perikanan tidak jalan lagi, padahal ini merupakan dua sumber utama mata pencarian warganya.
Kasus Exxon Valdez bukanlah kasus satu-satunya. Masih ada kasus Probo Koala yang masih ditangani pengadilan di AMsterdam, Belanda. Agustus 2006, kapal kargo "Probo Koala" membuang sekitar 500 ton limbah beracun ke sebuah pembuangan sampah terbuka di Pantai Gading. Bencana ini menewaskan setidaknya 17 orang dan puluhan ribu menderita sakit sampai sekarang. Limbah ini terdiri dari sampah minyak mentah yang sangat beracun.
Kontraktornya adalah salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia, Trafigura. Tanpa mengaku salah, perusahaan ini menyepakati perjanjian dengan pemerintahan di Abijan dan membayar 150 juta Euro untuk pembersihan dan pembuangan limbah beracun tersebut. 31 ribu korban di kawasan bencana diberikan ganti rugi kecil, masing-masing senilai 1000 Euro atau sekitar 10 juta Rupiah.
Juga setelah akhir proses pengadilan di Amsterdam kali ini, warga di sana tidak bisa terlalu beharap akan mendapat ganti rugi tambahan. Justru sebaliknya, penduduk di wilayah kumuh Akuedo di Abijan harus kembali hidup di daerah yang tercemar, karena sampai sekarang limbahnya juga tidak dibersihkan.
Kasus Exxon Valdez bukanlah kasus satu-satunya. Masih ada kasus Probo Koala yang masih ditangani pengadilan di AMsterdam, Belanda. Agustus 2006, kapal kargo "Probo Koala" membuang sekitar 500 ton limbah beracun ke sebuah pembuangan sampah terbuka di Pantai Gading. Bencana ini menewaskan setidaknya 17 orang dan puluhan ribu menderita sakit sampai sekarang. Limbah ini terdiri dari sampah minyak mentah yang sangat beracun.
Kontraktornya adalah salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia, Trafigura. Tanpa mengaku salah, perusahaan ini menyepakati perjanjian dengan pemerintahan di Abijan dan membayar 150 juta Euro untuk pembersihan dan pembuangan limbah beracun tersebut. 31 ribu korban di kawasan bencana diberikan ganti rugi kecil, masing-masing senilai 1000 Euro atau sekitar 10 juta Rupiah.
Juga setelah akhir proses pengadilan di Amsterdam kali ini, warga di sana tidak bisa terlalu beharap akan mendapat ganti rugi tambahan. Justru sebaliknya, penduduk di wilayah kumuh Akuedo di Abijan harus kembali hidup di daerah yang tercemar, karena sampai sekarang limbahnya juga tidak dibersihkan.
0 Response to "Nasib Korban Pencemaran Minyak Selalu Diabaikan"
Post a Comment